Risalah cinta... Sahabat

   


  Risalah cinta sahabat, yang dibina indah oleh taqwa. Terukir abadi nun jauh terpendam dihati. Manusia yang jatuh cinta kepada manusia, adalah mereka yang senantiasa tak hendak jauh dari yang dicintainya. Ia akan terpaku, dan menjadi bayangan dari orang yang dicintainya. Senantiasa hadir disisinya, tak sedikitpun menjauh darinya.

     Sebuah hikayat, dari negeri yang jauh disana. Disemai di tanah- tanah tandus tak berpunya. Disirami darah dan air mata luka. Menjulang tinggi cinta abadi. Subur ditengah keringnya kasih sayang. Menghujam kedalam hati setiap insan. Rindangnya menaungi penjuru bumi.

     Tak habis cerita mereka, disampaikan para pujangga. Tak lelah lisan manusia menyebutkannya. Ceritanya terngiang nan abadi. Tak hanya seperti ukiran prasasti. Adakah yang bisa menjelaskannya. Cinta mereka nyata, bukan roman picisan, tidak juga hikayat lama. Setiap mereka dikenang, bahkan hingga akhir zaman. Cintanya tulus nan suci, namanya pun abadi. 

     Wahai kau yang mengaku cinta, dan setiap orang yang mengatakan cintanya. Maka, cintamu pasti akan diuji. Engkau sebagai manusia, memiliki rasa yang ada didalam hati. Dan disitulah cinta kita berada. Hanya, yang menjadi pertanyaan, apa landasan cinta yang ada didalam hati kita. Apakah yang membuat kita merasakan jatuh cinta. Apakah harta, atau yang lainnya. Maka mari kita merenung sejenak. Sebuah ayat, berbicara tentang cinta,:

Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Qs: At Taubah: 24).

     Wahai saudaraku, ayat ini menguji kita, menguji setiap orang yang jatuh cinta. Di dalam ayat ini, ada delapan perkara yang akrab dengan manusia. Delapan macam perkara ini, Allah halalkan bagi kita. Orang tua, istri, anak, saudara, harta dan yang lainnya. Tetapi Allah ingin mnegetahui sejauh mana cinta terhadap itu semua. Mana yang harus diutamakan terlebih dahulu ?. Mana yang membuat hatimu gelisah ketika engkau jauh dari itu semua. Lalu, apakah hati ini tak boleh mencintai apa yang ada pada kita, istri, anak kita. Apakah kita tidak boleh memiliki rasa cinta terhadap kedelapan perkara ini ?.

     Tentu tidaklah demikian, wahai saudaraku. Kita tentunya boleh mencintai mereka. Siapa suami yang tidak mencintai istrinya. Mengapa seorang anak tidak boleh mencintai orang tuanya ?. Cintailah.... cintailah mereka. Tetapi, jangan sampai cintamu pada mereka, melebihi cintamu pada Allah. Jika cintamu pada mereka melebihi cintamu pada Allah, Waspadalah. Jangan sampai dirimu jatuh kepada kefasikan. Ingat, bahwa Allah tidak memberi petunjuk kepada orang- orang yang fasik.

     Lalu, bagaimanakah hati ini harus meletakkan cinta pada tempatnya masing- masing ?. Sedangkan perkara ini adalah perkara hati, yang tidak bisa ditakar dengan ilmu pasti. Akankah perasaan yang menderu bisa terbagi dalam bilangan angka ?.

     Masalah ini memang cukup berat. Terkadang isi hati hanya bisa diluapkan dengan untaian kata. Seperti indahnya sastra para pujangga. Hanya saja, ia sekedar sampai pada indah dan luasnya ombak samudra. Tetapi, tak mampu menyelami mutiara. Allah meminta pada kita, ;

"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)." (Qs: Al Baqarah: 165). 

     Diantara banyaknya manusia, ada orang yang mencintai makhluk seperti mencintai Allah. Allah menyebut makhluk yang dicintainya itu dengan "tandingan" (andâd). Disinilah sulitnya, kita harus menjadikan Allah berada pada peringkat pertama dalam hati kita. Jika kita mencintai seseorang, lalu menjadikannya setingkat dengan Allah, maka seakan- akan engkau membuat tandingan bagi Allah. Bukanlah tandingan dalam hal ketuhanan, atau anda mengangkatnya sebagai tuhan. Tetapi, maksudnya adalah tandingan dalam hal cinta. Sungguh, jangan sampai terjadi, jangan sampai engkau mencintai seorang wanita. Lalu mendahulukan urusan wanita itu di atas urusan Allah. Maka janganlah engkau mengatakan "Aku mencintai Allah", maka engkau sudah berdusta. Jika harta lebih berharga dalam hidupmu. Lalu engkau mengatakan "Aku mencintai Allah". Sedangkan engkau memakan harta yang haram, engkau telah berbohong. Hakikatnya, engkau lebih cinta pada yang lain.

     Bukan, bukanya engkau tidak mencintai Allah sama sekali. Tapi cinta yang kau berikan bukanlah porsi yang terbesar. Cintamu pada makhluk atau dunia jauh lebih besar daripada cintamu untuk Allah. Jika hal ini terjadi pada dirimu, maka tidak ada gunanya ibadah yang engkau lakukan selama ini. Mungkin berat terasa bagimu, untuk memberikan cinta yang paling besar kepada Allah. Karena kenikmatan dan keindahan dunia yang telah engkau rasakan begitu melekat dihatimu. Ingatlah, barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Yakinlah akan janji Allah tersebut. Sebagaimana dalan surat At Taubah 24, diatas mengatakan "mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah". Andaikan engkau mampu memberikan cinta yang lebih kepada Allah. Maka, dalam lanjutan ayat itu, "adapun orang- orang yanh beriman", yaitu para kekasih Allah. "Mereka sangat cinta kepada Allah". Lalu renungkanlah, apakah engkau termasuk para kekasih Allah ?.

     Untuk sampai pada derajat kekasih Allah. Engkau pasti akan menghadapi cobaan dalam hidup, sampai engkau berhasil meraih cinta Allah. Ketika Allah menyeru padamu dengan perintahnya, maka sambutlah dengan ucapan "Sami'nâ wa atha'nâ" (kami mendengar dan kami taat). Dengan harapan agar Allah ridha padamu. 

     Jika engkau ingin mencintai Allah, maka ingatlah nikmat- nikmat yang telah Allah berikan kepadamu. Lihatlah karunia Allah yang ada padamu, sejak engkau dilahirkan. Betapa banyak nikmat Allah yang engkau gunakan. Cintailah Allah atas segala nikmat yang telah diberikanNya padamu. Cintailah Allah atas karunia yang ia curahkan untukmu. Karena engkau tidak bisa mencintai Allah tanpa mengingat nikmatnya yang ada padamu.

     Seperti mereka yang mencintai Allah, hingga akhir hayatnya. Sahabat yang mencintai Rasulullah dengan tulusnya. Shahabat Rasulullah Sayyidina Ibnu Abbas r.a. ia berkata, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam, bersabda :

"Cintailah Allah yang memberikan karunia kepadamu. Cintailah aku, dengan kecintaanmu kepada Allah, dan cintailah Ahli Baitku dengan kecintaanmu kepadaku." (HR. At Tirmidzi)

     Coba engkau fikirkan sabda Rasulullah tersebut. Cintailah Tuhan dengan sepenuh hati dan perhatikan sebaik mungkin. Rasulullah dan para sahabatnya telah memenuhi hatinya dengan cinta kepada Allah. Zat yang juga sayang dan mencintai mereka. Seluruh hidupnya mereka korbankan untuk cintanya. Rela pergi jauh dan tak kembali, hingga seluruh bumi mengenal Tuhannya. Sehingga Allah ridha pada mereka dan mereka pun ridha pada Allah.

     Tapi tahukah engkau, karena mereka mencintai zat yang maha abadi. Cinta mereka pun kekal abadi. Dikenal seluruh penduduk bumi dan dicintai penduduk langit. Hingga hari ini cinta mereka masih terdengar, hingga akhir zaman. Cintanya masih terus diceritakan. Maka cintailah Ia, zat yang maha mencintai. Dahulukan cintaNya, dari cinta pada yang lainnya. Niscaya engkau merasakan betapa abadi cintaNya. Seperti cerita cinta mereka, sahabat. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senjaku Bersamamu

Senandung Gerimis Tengah Malam*

Memory yang mengikuti