Nasib Selembar Ijazah dari Seorang Sarjana


Mungkin  sebaiknya, kau tinggalkan mimpimu itu. Berharap bahwa dengannya engkau akan berubah. Keinginan- keinginan kosong yang selalu engkau ceritakan, sebenarnya  tak ada artinya dimata mereka. Toh pada akhirnya itu semua hanya menjadi khayalanmu belaka. Mana... , mana buktinya semua yang engkau khayalkan itu. Sekarang tak perlu lagi engkau bermimpi.... sadarlah...!!!. Berulang kali engkau diingatkan, tapi kau tak juga sadar.


Apa...?? , yang kini telah engkau dapatkan dari khayalan kosongmu itu. Bahkan bekerja pun tidak, engkau hanya menjadi seorang pengangguran. Tak ada yang bisa dihasilkan, kau hanya menjadi guyonan mereka yang mungkin lebih tolol darimu. Jika kau mau menganggap demikian. Kau hanya menjadi hinaan dan cercaan mereka. Kau anggap dirimu lebih berpendidikan, kau anggap mimpi- mimpimu akan kau wujudkan. Berapa lama,....??? Hei tolol.... berapa lama kau sudah bermimpi. Mana hasilnya, bangun pun tidak. Jangankan mendapatkan, untuk makan dan pekerjaanmu saja kau tidak punya.


Apa gunanya mimpimu kawan...???, coba kau lihat itu, itu semua yang kau kerjakan selama ini. Coba lihat semua tumpukan kertas, dan buku- bukumu yang banyak tersusun dilemari, hanya menjadi sampah dan tak berguna. Memenuhi ruangan itu membuatnya menjadi tampak sempit dan kumuh, itu yang kau perjuangkan selama ini. Apa hasilnya, apa yang kau dapatkan dari tumpukkan sampah itu. 


Bahkan untuk  melamar kerjapun tak dilihat apa gelar sarjana yang telah engkau raih. Sama sekali tak berguna, dan tak menolong dirimu. Mereka yang hanya tamatan SMA, atau yang tidak selesai sekolah dasar, bahkan tidak sekolahpun lebih tinggi gajinya dari dirimu yang seorang sarjana. Kini, kau lihatkah apa yang telah engkau hasilkan. Tak bisakah engkau berdiri tegak lagi, seperti dulu saat kau ungkapkan semua keinginan,  mimpi, dan cita- citamu. Mana wajah yang penuh keyakinan itu, mana pribadi yang semangat penuh harapan itu. Tak ada lagi kah. Telah matikah semangatnya. 


Kulihat kini, yang ada hanyalah pemuda kurus yang tak punya pengharapan. Wajah yang lusuh tak memiliki daya dan kemampuan. Dihujat, dihina, dijadikan bahan cacian dan ejekan. Hanya untuk bahan cerita dan canda mereka para tetangga. Cemoohan para saudara dan handai taulan. Gunjingan dibelakang, mereka yang mendengki dengan bahagianya. Melihat tubuh kurus ini, tak punya daya dan upaya terdiam dalam kesendirian dan kesepian. Memendam rasa malu, dan coreng moreng hitamnya wajah itu.


 Mau sampai kapan, mau sampai kapan kau memendam mimpimu itu bodoh, Bahkan, orang tuamu tak percaya kau berkemampuan. Dulu begitu semangatnya engkau bercita- cita, ingin menjadi sarjana, bangga setiap hari berangkat kuliah sepulang kerja. Tak perduli cemoohan tetangga, "hai anak muda, untuk apa kau bersusah- susah kerja lalu kuliah, kelak kau bekerja tak butuh gelar sarjana". Kata yang masih jelas terngiang ditelingaku. Aku tak perduli, karena begitu indah lukisan mimpi dibenakku. "Untuk apa kau kuliah, lelah kau bekerja tak ada hasilnya. Lihat saja kelak, kau tak butuh ijazah. Kau butuh uang, kenalan, untuk mendapat pekerjaan". Banyak kalimat yang menyindir, dan menyinyiri diriku. Tapi apalah gunanya, memberi tahu pemuda bodoh yang sedang asyiknya berhalusinasi. Berkhayal dengan cita- citanya yang tinggi. 



Kini setelah lulus dengan susahnya untuk mendapatkan gelar sarjana. Sampai harus melewati tenggat waktu karena uang kau tak punya. Baru engkau merasakan betapa tidak bergunanya semua mimpi yang engkau perjuangkan. Betapa tidak berartinya cita- cita yang engkau perturutkan. Mana hasilnya hei bodoh....,!!! Kau bilang kau punya cita- cita, kini kau hanya pengangguran yang tak punya uang. Sepeserpun tak bisa kau hasilkan, sampai anak dan istrimu muak melihat dirimu. Hanya berkhayal dengan ketololan dirimu sendiri. Bahkan mertuamu, malu mempunyai seorang menantu sepertimu. Tak tahu kerja, hanya berkhayal saja. Uangpun tak punya. Kau terlihat Hina rendah dipandang saudara. 


Lalu apa, apa yang ingin kau lakukan saat ini. Dan apa yang kau bisa lakukan, apakah kau hanya ingin mendengar ocehan mereka yang tidak menyukaimu. Dengan bahagia memojokkan dan menceritakan kekurangan dirimu, lalu dengan bahagianya mentertawakan dibelakangmu. Lantas apa yang bisa engkau lakukan saat ini, hanya diam sajakah??? , hanya duduk termenungkah???. 


Aku tahu, apa yang engkau lakukan saat ini. Aku mengerti perasaannu sekarang ini. Tapi cobalah buka sedikit fikiranmu dan perasaanmu kali ini. Jika memang engkau masih menginginkan untuk melanjutkan mimpi dan menggapai cita- citamu. Cobalah kau fahami bahwa kini engkau tidak sendiri lagi, kau tidak seperti dahulu saat sendiri. Saat engkau mengambil keputusan, dan mengambil resiko. Itu hanya engkau rasakan sendiri saja. Namun kini, engkau telah bersama istri dan anakmu. Setiap keputusan yang engkau ambil, akan mereka rasakan juga akibatnya. Maka mengertilah, coba fahamilah, dan semoga kelak engkau raih semua cita- cita dan mimpimu itu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senjaku Bersamamu

Senandung Gerimis Tengah Malam*

Memory yang mengikuti