Memory yang mengikuti

 In memoryan 21 January 2013


Mentari di siang ini, begitu terang menghampiri diriku. Disebalik dinding bisu aku senantiasa menyendiri. Mendengar riuh rendah diri ini, dengan suara- suara syahdu si kecil. Sesekali ia tertawa, bahkan tangisnya buat hatiku tersenyum. 


Andai aku bisa memahami diri ini. 20 tahun telah berlalu, detik- detik yang menjauh dari diriku, entah tinggal berapa lama lagi waktu yang tersisa untukku. Masih sering bayangan masa lalu menghampiri diriku. Mencekam di pelupuk mataku, ketakutan akan masa lalu, masih terus membayangiku. Hingga hari ini, semburat masa lalu masih ada dalam benakku.


Apa ketakutan yang paling kuat dari masa lalu. Takut akan gelapnya masa depan, yang terkadang memburamkan keyakinanku pada Tuhan. 


Saat melihat insan lainnya, kadang aku iri, dan mengira mereka bahagia dalam hidupnya. Sejenak aku merenungi diri sendiri, dalam kelamnya hatiku. 


Namun, akankah kebahagiaan itu kekal abadi. Aku ingin mencari kebenaran yang hakiki. Hingga hal ini membuatku suka menyendiri. Untaian kata yang sedikit ini, membuat hati tak tenang, beralihkan putus asa dalam cerita.

Senyum dalam kesunyian, seakan menggoreskan luka yang tersimpan. Seperti ungkapan seorang pujangga, 


"Lebih berbahaya mengucurkan air mata dalam hati, dibandingkan menangis tersedu-  sedu. Air mata yang keluar dapat dihapus, sementara air mata yang tersembunyi menggoreskan luka yang tidak akan pernah hilang...." Kahlil Gibran. 


Mungkin itulah yang kurasa selama ini, bersama dengan luka putus asa dalam hati. Suatu ketika luka itu dapat terobati. Namun tak jarang tergores beribu- ribu kali. Hingga selalu kurasakan pilu di hati. 


Kini aku masih tetap menyendiri, dibalik dinding bisu rumah ini. Mencoba untuk mengejar mentari pagi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senjaku Bersamamu

Masihkah bermimpi / membangun impian