JADILAH PELITA
Suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah
sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita. Orang buta
itu terbahak, dan berkata : “Buat apa saya bawa pelita ? kan sama saja buat
saya !, saya bisa pulang kok”.😎
Dengan lembut sahabatnya menjawab, “ini agar orang lain bisa
melihat kamu, agar mereka tidak menabrakmu”. Akhirnya orang buta itu setuju
untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama dalam perjalanan, seorang
pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel “hei, kamu kan punya mata ! beri
jalan buat orang buta dong !”. Tanpa berbalas sapa merekapun saling berlalu.😆
Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali
ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta ? tidak bisa lihat ya ? aku bawa
pelita ini supaya kamu bisa lihat !”. Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta ! Apa kamu tidak lihat,
pelitamu sudah padam !“, si buta tertegun. Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh maaf,
sayalah yang buta. Saya tidak melihat bahwa anda adalah orang buta”. si buta tersipu menjawab, “Tidak apa- apa, maafkan saya juga
atas kata- kata kasar saya”.😕
Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita
yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing- masing. Dalam perjalanan
selanjutnya, adalagi pejalan yang menabrak orang buta. Kali ini si buta lebih
berhati- hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya padam?”. Penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal
yang sama”. Senyap sejenak, secara berbarengan mereka bertanya, “Apakah
anda orang buta ?”, secara serempak pun mereka menjawab, “iya”, sembari meledak
dalam tawa.😏
Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita
mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan. Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia
menabrak kedua orang yang sedang mencari- cari pelita tersebut. Ia pun berlalu,
tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta.
Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu
membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain
juga bisa ikut melihat jalan mereka.”
Pelita melambangkan terang kebijaksanaan, membawa pelita
berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. pelita,sama halnya dengan
kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan
(tabrakan).😌
Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan
batin, keangkuhan, kebebalan, ego dan kemarahan. Selalu menunjuk kearah orang
lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk kearah dirinya
sendiri. Dalam perjalanan “Pulang”, ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa
demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari
kebutaanya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain, ia juga belajar menjadi
pemaaf.
Penabrak pertama mewakili orang- orang pada umumnya, yang
kurang kesadaran, yang kurang peduli. kadang, mereka memilih untuk “membuta”
walaupun mereka bisa melihat.
Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan
dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak
sengaja. Mereka bisa menjadi guru- guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau
jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.
Orang buta kedua mewakili mereka yang sama- sama gelap batin
dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa
melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah
pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin
bijaksana.
Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar
akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan. Sudahkah kita sulut pelita dalam
diri kita masing- masing ? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam ?. JADILAH PELITA, bagi diri kita
sendiri dan sekitar kita. sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: "Sejuta
pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita dan nyala pertama tidak akan
meredup". Pelita kebijaksanaan pun, tak akan pernah habis terbagi. Bila mata
tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang,
hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman.
Fikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.😐
Semoga Bermanfaat...😐
lumayan
BalasHapus